Beranda
Budaya
Destinasi Wisata
Manggarai
NTT
Wae Rebo NTT - Daya Tarik, Sejarah, Rute Desa Adat Waerebo

Kepulauan Komodo dan Labuan Bajo tetap sebagai pusat perhatian wisatawan di Nusa Tenggara Timur. Meski demikian, daya tarik provinsi beribu kota Kupang ini lebih luas dari itu. Tidak hanya tentang alam, tapi juga wisata budaya. Wae Rebo atau Waerebo adalah desa adat yang begitu baik mencitrakan hal itu.

Pastikan durasi Anda panjang bila ada rencana liburan ke Nusa Tenggara Timur (NTT). Setidaknya, hingga tiba di Desa Adat Wae Rebo dan mengagumi eksotika alam budaya masyarakatnya. Meskipun terpencil, desa ini acap kali memicu decak kagum wisatawan dunia. Baca ulasan berikut jika ingin mengunjunginya.

Daya Tarik Desa Adat Wae Rebo Manggarai

Desa Wae Rebo adalah desa adat tradisional yang terpencil di daerah pegunungan pada ketinggian 1200 mdpl. Lanskapnya indah dengan gunung-gunung mengelilingi wilayahnya. Udaranya sejuk, suasananya damai menenangkan. Tak sekedar berlatar alam yang menawan, kampung adat ini pun unik dan eksotik.

Salah satu keunikan yang juga menjadi daya tarik wisata Waerebo adalah Mbaru Niang, yakni bangunan rumah adatnya. Di kampung ini terdapat tujuh rumah utama berbahan kayu dengan bentuk mengerucut beratap anyaman ilalang. Rumah Mbaru Niang berada di lahan yang luas dengan pelataran di tengahnya.

Menariknya, rumah adat Wae Rebo telah bertahan selama 19 generasi dan desa ini sudah ada sejak 1200 tahun silam. Sejak Agustus 2012, kampung Waerebo telah ditetapkan UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia dan menyisihkan 42 negara. Julukannya "Kampung di Atas Awan" karena berada di atas perbukitan.

Terlepas dari keindahan alam dan keunikan bentuk rumah adat, kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang mendiaminya pun turut menjadi daya tarik tersendiri. Kampung adat tradisional ini menampung 44 keluarga yang bermata pencaharian di pertanian. Mereka menanam kopi, cengkeh, hingga umbi-umbian.

Wisatawan yang datang biasanya akan dihidangkan kopi Flores khas Waerebo. Sangat nikmat, terutama karena suhu udara di desa ini cenderung dingin. Apabila laki-laki berkebun, para wanita di desa ini punya kebiasaaan membuat tenun di sela kesibukan memasak, mengasuh anak, dan membantu pria berkebun.

Meski mungkin belum begitu populer di kalangan wisatawan Indonesia, kampung adat Wae Rebo banyak menarik kunjungan wisatawan mancanegara. Khususnya turis Eropa yang tertarik dengan keunikan desain arsitektur rumah adatnya. Sering kali mereka juga membeli hasil kerajinan tangan dan perkebunan warga.

Desa Wae Rebo merupakan destinasi wajib bagi traveler pecinta alam. Tak sekedar trekking dan mendaki perbukitan, traveler juga bisa lebih dekat dengan kearifan lokal masyarakat tradisional yang memiliki adat istiadat yang khas. Wisatawan biasanya akan mengikuti Upacara Waelu’u sebagai tanda mereka diterima.

{next}

Sejarah dan Legenda Desa Waerebo di NTT

Perihal sejarah Wae Rebo sangatlah menarik karena leluhur kampung adat ini adalah seorang keturunan Minangkabau. Meski belum jelas karena banyak versi cerita yang berbeda, legenda populer menyebutkan leluhur Waerebo bernama Maro. Ia melarikan diri dari kampung halaman karena fitnah dan ingin dibunuh.

Setelah merantau ke berbagai daerah, salah satunya Gowa Sulawesi, lalu berpindah hingga menemukan seorang istri. Pada suatu malam, Maro bermimpi bertemu seorang petua yang menyuruhnya mencari dan menetap di Kampung Waerebo. Ia dan istri pun menemukannya. kemudian hidup dan menetap di sana.

Untuk menunjukkan bahwa leluhur Wae Rebo adalah Suku Minangkabau, di rumah utamanya terdapat tanduk kerbau sebagai simbolisasi rumah dalam budaya Minang. Dalam hal wisata, desa ini terkenal di luar negeri sejak seorang antropologi, yakni Catherine Allertone melakukan penelitian pada tahun 1997.

Keberadaan kampung ini tersebar ke seluruh dunia melalui foto kartu pos. Karena itu, dulu Waerebo lebih terkenal di kalangan wisatawan dunia ketimbang Indonesia. Traveler Indonesia yang pertama kali datang bernama Yori Antar. Ia dan kawan-kawannya berkunjung pada tahun 2008 bermodalkan foto di kartu pos.

Biaya dan Cara ke Desa Adat Waerebo NTT

Kampung Adat Wae Rebo berlokasi di Satar Lenda, Kec. Satar Mese Barat, Kab. Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Lihat Peta Lokasi. Untuk mencapainya, perlu memastikan kesehatan fisik karena nanti Anda akan trekking dalam durasi kurang lebih 3-4 jam mendaki dari kampung terakhir di kaki gunung.

Ada beberapa rute dan cara ke Wae Rebo. Jika berangkat dari Labuan Bajo, Anda bisa memulai dengan menuju ke Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai. Berikutnya, naik ojek sejauh 2 jam menuju Kampung Dintor. Biaya ojek Rp 150.000-200.000. Kemudian, lanjut ke Denge sebelum trekking ke Desa Waerebo.

Dari Ruteng, bisa juga naik truk oto kayu di Terminal Bus Mena. Biasanya berangkat sore hari, durasinya sekitar 3-4 jam melewati Kampung Cancar, Pela, Todo, dan Dintor sebelum akhirnya mencapai Kampung Denge. Lalu, hiking sejauh kurang lebih 9 kilometer atau sekitar 3-4 jam tergantung kecepatan dan fisik.

Atau, dari Labuan Bajo naik perahu menuju desa pesisir Nangalili. Biayanya Rp 400.000-500.000 dengan durasi perjalanan sekira 2 jam menyeberang ke Pulau Mules. Kemudian menuju ke Desa Dintor dan naik ojek ke Desa Denge. Biaya ojek kurang lebih Rp 10.000-20.000 menempuh perjalanan sekitar 20 menit.

Cara lain ke Desa Wae Rebo dari Labuan Bajo bisa menyewa motor. Namun, pastikan kondisinya bagus. Durasi berkendara sekira 4 jam menuju Nangalili dan Dintor lalu Denge sebagai titik tracking. Bisa sewa guide atau pemandu wisata, namun jika yakin, bisa saja tanpa guide karena jalur pendakian cukup jelas.

Wisatawan bisa menginap di Desa Wae Rebo. Ada dua rumah yang berfungsi sebagai penginapan bagi wisatawan. Satu rumah bisa menampung 30-35 orang. Biasanya warga akan menghidangkan kopi asli Waerebo sebagai minuman selamat datang. Biayanya sekitar Rp 325.000 sudah termasuk 2 kali makan.